Dari Amirul
Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radhiallahuanhu, dia berkata, "Saya
mendengar Rasulullah shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena menginginkan kehidupan
yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya
(akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.
(Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naisaaburi di dalam dua kitab Shahih, yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang).
Dari
hadits tersebut yang dapat kita ambil pelajarannya adalah setiap perbuatan akan
diberi ganjaran berdasarkan niatnya. Misalkan kita datang mentoring hanya untuk
melengkapi absen atau hanya ikut-ikut teman, nah makan yang diperoleh hanya
absen yang penuh atau hanya disukai teman saja. Kita tidak akan mendapat lebih
dari itu. Sama halnya jika kita membeli kue hanya ingin mendapatkan bungkus kue yang bagus, ya yang kita dapatkan
hanya bungkusnya saja, namun berbeda jika membeli kue ingin menikmati rasa kue
itu, tentu kita akan mendapatkan bungkus kue yang bagus juga.
Inilah pentingnya kita meluruskan
niat, niatkanlah sesuatu itu lebih dari apa yang kita lihat, maka insya Allah
kita akan mendapatkan lebih dari apa yang kita lihat. Kita luruskan niat,
datang mentoring untuk mendapatkan ridho dari Allah dan mendapatkan ilmu. Jadi,
apa-apa yang dapat mengganggu kita dari kekhusyu’an kita, diamankan sejenak. Sepakat
yah?
Kewajiban Menuntut Ilmu
Apa sih ilmu itu? Kenapa kita harus
menuntut ilmu?
Ilmu adalah pengetahuan. Berasal
dari kata ‘alama, yang berarti mengetahui, dalam bentuk kata benda menjadi
‘ilmin yang berarti pengetahuan. So,
kenapa kita harus menuntut ilmu?
“Tetapi orang-orang
yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mukmin, mereka beriman
kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (Al Quran), dan apa yang telah
diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan
Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 162)
“Hai orang-orang beriman apabila
dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al Mujaadillah: 11)
Nah, menuntut ilmu amatlah penting, oleh
karena itu ada adab-adab untuk menuntut ilmu. Adab-adab menuntut ilmu ada
beberapa yaitu:
1.
Mendahulukan
kesucian jiwa daripada kejelekan akhlaq dan keburukan sifat. Karena ilmu adalah ibadahnya hati, sholatnya
jiwa, dan peribadatan batin kepada Allah.
"Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. "
(asy-Syams: 7-10)
2.
Mengurangi
keterikatannya dengan kesibukan dunia karena kesibukan dunia itu dapat
menyibukkan dan memalingkan.
“Ilmu
tidak akan memberikan kepadamu sebagiannya sebelum kamu menyerahkan kepadanya
seluruh jiwamu. Jika kamu telah memberikan selurah jiwamu kepadanya tetapi ia
baru memberikan sebagiannya kepadamu maka kamu berarti dalam bahaya.”
3.
Tidak bersikap
sombong terhadap orang yang memberi ilmu.
“Ilmu enggan terhadap pemuda yang
congkak. Seperti banjir enggan terhadap tempat yang tinggi.”
Ilmu tidak bisa didapat kecuali
dengan tawadhu' dan menggunakan pendengaran (berkonsentrasi). Allah berfirman, "Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang
menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya." (Qaaf: 37)
Arti
"mempunyai akal" ialah menerima ilmu dengan Mam, kemudian kemampuan
memahami itu tidak akan bisa membantunya sebelum ia "menggunakan
pendengarannya sedang ia menyaksikan" dengan hati yang sepenuhnya hadir
untuk menerima setiap hal yang disampaikan kepadanya dengan konsentrasi yang
baik, tawadhu', syukur, memberi dan menerima karunia.
No comments:
Post a Comment